Sebenarnya surat ini ingin kukirimkan kepadamu wahai engkau
yang mampu melumpuhkan hatiku. Surat ini ingin kuselipkan dalam satu
kehidupanmu, namun aku hanya lelaki yang tak memiliki keberanian dalam
mengungkapkan semua percikan-percikan rasa yang terjadi dalam hatiku.
Aku hanya dia yang engkau anggap tidak lebih, aku hanya merasa seperti
itu.
•*¨*•♥♥♥♥•*¨*
Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku
•*¨*•♥♥♥♥•*¨*
Tak terasa dua tahun aku memendam rasa itu, rasa yang ingin segera
kuselesaikan tanpa harus mengorbankan perasaan aku atau dirimu. Seperti
yang engkau tahu, aku selalu berusaha menjauh darimu, aku selalu
berusaha tidak acuh padamu. Saat di depanmu, aku ingin tetap berlaku
dengan normal walau perlu usaha untuk mencapainya.
•*¨*•♥♥♥♥•*¨*
Takukah engkau wahai yang mampu melumpuhkan hatiku? Entah mengapa aku
dengan mudah berkata “cinta” kepada mereka yang tak kucintai namun
kepadamu, lisan ini seolah terkunci. Dan aku merasa beruntung untuk
tidak pernah berkata bahwa aku mencintaimu, walau aku teramat sakit saat
mengetahui bahwa aku bukanlah mereka yang engkau cintai walaupun itu
hanya sebagian dari prasangkaku. Jika boleh aku beralasan, mungkin aku
cuma takut engkau akan menjadi “illah” bagiku, karena itu aku mencoba
untuk mengurung rasa itu jauh ke dalam, mendorong lagi, dan lagi hingga
yang terjadi adalah tolakan-tolakan dan lonjakan yang membuatku semakin
tidak mengerti.
•*¨*•♥♥♥♥•*¨*
Sakit hatiku memang saat
prasangkaku berbicara bahwa engkau mencintai dia dan tak ada aku dalam
kamus cintamu, sakit memang, sakit terasa dan begitu amat perih. Namun
1000 kali rasa itu lebih baik saat aku mengerti bahwa senyummu adalah
sesuatu yang berarti bagiku. Ketentramanmu adalah buah cinta yang amat
teramat mendekap hatiku, dan aku mengerti bahwa aku harus mengalah.
•*¨*•♥♥♥♥•*¨*
Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku,andai aku boleh berdoa
kepada Tuhan, mungkin aku ingin meminta agar Dia membalikkan sang waktu
agar aku mampu mengedit saat-saat pertemuan itu hingga tak ada tatapan
pertama itu yang membuat hati ini terus mengingatmu. Jarang aku
memandang wanita, namun satu pandangan saja mampu meluluhkan bahkan
melumpuhkan hati ini.Andai aku buta,tentu itu lebih baik daripada harus
kembali lumpuh seperti ini.
•*¨*•♥♥♥♥•*¨*
Banyak lembaran buku
yang telah kutelusuri, banyak teman yang telah kumintai pendapat.
Sebahagian mendorongku untuk mengakhiri segala prasangka tentangmu
tentang dia karena sebahagian prasangka adalah suatu kesalahan,mereka
memintaku untuk membuka tabir lisan ini juga untuk menutup semua rasa
prasangmu terhadapku. Namun di titik yang lain ada dorongan yang begitu
kuat untuk tetap menahan rasa yang terlalu awal yang telah tertancap
dihati ini dan membukanya saat waktu yang indah yang telah ditentukan
itu (andai itu bukan suatu mimpi).
•*¨*•♥♥♥♥•*¨*
Wahai engkau
yang telah melumpuhkan hatiku, mungkin aku bukanlah pejantan tangguh
yang siap untuk segera menikah denganmu. Masih banyak sisi lain hidup
ini yang harus ku kelola dan kutata kembali. Juga kamu wahai yang telah
melumpuhkan hatiku, kamu yang dengan halus menolak diriku menurut
prasangkaku dengan alasan belum saatnya memikirkan itu. Sungguh aku
tidak ingin menanggung beban ini yang akan berujung ke sebuah kefatalan
kelak jika hati ini tak mampu kutata, juga aku tidak ingin BERPACARAN
denganmu.
•*¨*•♥♥♥♥•*¨*
Wahai engkau yang telah melumpuhkan
hatiku, mungkin saat ini hatiku milikmu, namun tak akan kuberikan
setitik pun saat-saat ini karena aku telah bertekad dalam diriku bahwa
saat-saat indahku hanya akan kuberikan kepada BIDADARI-ku. Wahai engkau
yang telah melumpuhkan hatiku, tolong bantu aku untuk meraih bidadari-ku
bila dia bukanmu.
•*¨*•♥♥♥♥•*¨*
Wahai engkau yang telah
melumpuhkan hatiku, tahukah kamu betapa saat-saat inilah yang paling
kutakutkan dalam diriku, jika saja Dia tidak menganugerahi aku dengan
setitik rasa malu,tentu aku telah meminangmu bukan sebagai istriku namun
sebagai kekasihku.
•*¨*•♥♥♥♥•*¨*
Andai rasa malu itu tidak
pernah ada, tentu aku tidak berusaha menjauhimu. Kadang aku bingung,
apakah penjauhan ini merupakan jalan yang terbaik yang berarti harus
mengorbankan ukhuwah diantara kita atau harus mengorbankan iman dan
maluku hanya demi hal yang tampak sepele yang demikian itu.
•*¨*•♥♥♥♥•*¨*
Aku yang tidak mengerti diriku…
Ingin ku meminta kepadamu,sudikah engkau menungguku hingga aku siap
dengan tegak meminangmu dan kau pun siap dengan pinanganku?! Namun wahai
yang telah melumpuhkan hatiku, kadang aku berpikir semua pasti berlalu
dan aku merasa saat-saat ini pun akan segera berlalu, tetapi ada
ketakutan dalam diriku bila aku melupakanmu. .. aku takut tak akan
pernah lagi menemukan dirimu dalam diri mereka-mereka yang lain.
•*¨*•♥♥♥♥•*¨*
Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, ijinkan aku menutup surat
ini dan biarkan waktu berbicara tentang takdir antara kita. Mungkin
nanti saat dimana mungkin kau telah menimang cucu-mu dan aku juga
demikian, mungkin kita akan saling tersenyum bersama mengingat kisah
kita yang tragis ini. Atau mungkin saat kita ditakdirkan untuk merajut
jalan menuju keindahan sebahagian dari iman, kita akan tersenyum bersama
betapa akhirnya kita berbuka setelah menahan perih rindu yang begitu
mengguncang.
•*¨*•♥♥♥♥•*¨*
Wahai engkau yang telah melumpuhkan
hatiku, mintalah kepada Tuhan-mu, Tuhan-ku, dan Tuhan semua manusia
akhir yang terbaik terhadap kisah kita. Memintalah kepada-Nya agar iman
yang tipis ini mampu bertahan, memintalah kepada-Nya agar tetap
menetapkan malu ini pada tempatnya.
•*¨*•♥♥♥♥•*¨*
Wahai engkau yang sekarang kucintai,semoga hal yang terjadi ini bukanlah sebuah DOSA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar