Jumat, 30 Maret 2012

Bila Tirai Itu Telah Terbuka

 
Di suatu sore di hari hujan, ada seorang Al-ukh yang sedang bersandar pada dinding putih di sebuah lorong yang memanjang, sebuah mushaf hitam yang sedang ia pegang terbuka sedangkan matanya seakan tak fokus pada mushafnya, sesekali ia menengok ke kanan dan ke kiri, lalu ia menunduk membaca Kitab Al-Qur’an dengan mata yang berkaca-kaca dan mulai larut pada surat cinta Rabbnya. Butir-butir air mata kristal jatuh dari kedua ujung matanya… Ia masih tetap menunggu seseorang yang tak kunjung datang itu. Akhirnya seorang teman mendekatinya.

“Assalamu’alaikum ukh, sedang apa?? Kok sendirian aja?” Sapanya
“Wa’alaikumsalam, sedang menunggu seseorang ukh, tapi sepertinya ia tak datang”. Tuturnya dengan wajah sedih.

Setelahnya ia memeluk temannya begitu erat, dan Al-ukh menangis sesegukan.
Sang teman membalas pelukannya lebih erat dalam diamnya. Rupanya sang teman sudah mengetahui sebab kegundahan saudarinya. Sebuah fitnah, berpuluh-puluhan justifikasi serta sikap tak bersahabat orang-orang di sekitar Al-ukh ini lah yang membuatnya tak tega. Hanya karena ia melakukan setitik kesalahan. Ibarat kertas putih yang di goreskan sebuah titik hitam oleh pena, maka semua orang akan melihat kearah titik hitam itu bukan ke bagian putihnya.
Sang teman menghiburnya dengan berkata “Ukh bersabarlah, suatu hari ketika Allah membukakan tirai atas mu, maka saat itu juga mereka akan meminta maaf kepadamu dengan hati yang sangat bersalah, karena begitu banyak kebaikanmu yang tersembunyi itu tak mampu dihapuskan hanya dengan setitik kesalahan yang pada awalnya adalah maksud baikmu kepada mereka. Sambil memeluk Al-ukh lebih erat.
Pandangan mata selalu menipu. .
Pandangan akal selalu tersalah. .
Pandangan nafsu selalu melulu. .
Pandangan hati itu yang hakiki. .
Kalau hati itu bersih. .
Hati kalau selalu bersih. .
Pandangannya akan menembus hijab. .
Hati jika sudah bersih. .
Firasatnya tepat karena Allah. .
Tapi hati bila dikotori. .
Bisikannya bukan lagi kebenaran. .
Tapi hati bila dikotori. .
Bisikannya bukan lagi kebenaran. .
Hati tempat jatuhnya pandangan Allah. .
Jasad lahir tumpuan manusia. .
Utamakanlah pandangan Allah
Dari pada pandangan manusia. .
(Snada, Pandangan Mata)
Begitu banyak keterbatasan manusia, hingga dengan mudah ia menjustifikasi seseorang itu baik atau buruk. Padahal, hanya panca indra tumpuan mereka.
Dalam sebuah hadits di katakan:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta-harta kamu tapi melihat hati dan perbuatanmu.” (H.R. Muslim).

Al Qurtubi berkata, “Ini sebuah hadits agung yang mengandung pengertian tidak diperbolehkannya bersikap terburu-buru dalam menilai baik atau buruknya seseorang hanya karena melihat gambaran lahiriah dari perbuatan taat atau perbuatan menyimpangnya. Ada kemungkinan di balik pekerjaan saleh yang lahiriah itu, ternyata di hatinya tersimpan sifat atau niat buruk yang menyebabkan perbuatannya tidak sah dan dimurkai Allah swt. Sebaliknya, ada kemungkinan pula seseorang yang terlihat teledor dalam perbuatannya ternyata di hatinya terdapat sifat terpuji yang karenanya Allah SWT memaafkannya.

Alangkah lebih bijak bila manusia melibatkan hatinya dalam berkehidupan di dunia. Karena hati yang bersih itu dapat membuka tirai-tirai yang menutupi atas sesuatu. Sehingga firasatnya tepat karena Allah. Tentunya bila hati itu bersih, apa yang tersampaikan adalah kebenaran. Bila hati itu bersih maka yang tersampaikan adalah kesantunan bahasa sehingga tak menggoreskan luka di hati saudarinya.

Pancaran bersih hati lainnya akan tampak terealisasikan pula dari struktur bibir atau senyuman. Pastilah kita akan senang kalau melihat orang lain senyum kepada kita dengan tulus, wajar dan proporsional. Dan senyum itu bukanlah perkara mengangkat ujung bibir — itu perkara tipu-menipu — tapi yang paling penting adalah keinginan dari dalam diri untuk membahagiakan orang yang ada di sekitar kita, minimal dengan senyuman. Dan tentu saja dilanjutkan dengan sapaan tulus, ucapan salam “Assalaamu’alaikum”, timbul dari hati yang ikhlas, insya Allah ini akan membuat suasana menjadi lebih enak, tenteram, dan menyenangkan.

“Tiada satu hati pun kecuali memiliki awan seperti awan menutupi bulan. Walaupun bulan bercahaya, tetapi karena hatinya ditutup oleh awan, ia menjadi gelap. Ketika awannya menyingkir, ia pun kembali bersinar.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sejatinya dalam sebuah hati itu terdapat sebuah awan seperti yang dikatakan hadits tersebut. Ada saatnya ia tertutup awan dan ada kalanya ia bercahaya. Maka hati yang bersih senantiasa akan bersinar, sinarnya akan menerangi akhlakmu dan menerangi tiap langkahmu.

Namun, Hati itu mudah terbolak-balik, semudah kita membalikkan telapak tangan, mungkin lebih mudah dari itu. Maka berdoalah kepada Allah Sang Maha Pembolak-Balik Hati Manusia, agar senantiasa hatinya di balikkan kearah kebaikan.  Agar Allah membukakan tirai-tirai yang menutupi atas suatu perkara, sehingga yang kita lihat adalah kebenaran.
“Syahr bin Hausyab RA mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ummu Salamah, “Wahai ibu orang-orang yang beriman, doa apa yang selalu diucapkan Rasulullah SAW saat berada di sampingmu?” Ia menjawab: “Doa yang banyak diucapkannya ialah, ‘Ya Muqallibal quluub, tsabbit qalbii ‘alaa diinika (Wahai yang membolak-balikkan qalbu, tetapkanlah qalbuku pada agama-Mu).” “Ummu Salamah melanjutkan, “Aku pernah bertanya juga, “Wahai Rasulullah, alangkah seringnya engkau membaca doa: “Ya Muqallibal quluub, tsabbit qalbii ‘alaa diinika.” Beliau menjawab: “Wahai Ummu Salamah, tidak ada seorang manusia pun kecuali qalbunya berada antara dua jari Tuhan Yang Maha Rahman. Maka siapa saja yang Dia kehendaki, Dia luruskan, dan siapa yang Dia kehendaki, Dia biarkan dalam kesesatan.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Hadanallahu waiyyakum ajma’in, wallahu a’lam bi showab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar