Rabu, 07 September 2011

Sa'id bin 'Amir Ra. "Pemilik Kebesaran di Balik Kesederhanaan."


siapakah beliau?

siapakah di antara kita yang pernah mendengar namanya sebelum ini?

bisa jadi, kebanyakan dari kita belum pernah mendengar namanya sama sekali, ia adalah salah satu dari sahabat Rasulallah yang di tokohkan, meskipun namanya tak setenar sahabat sahabat yang lain. ia adalah teladan dalam ketakwaan dan tak mau menonjolkan diri.

Sa'id tak pernah absen dalam setiap perjuangan dan jihad Rasullah saw yang juga merupakan suatu pola dasar kehidupan orang muslim karena tidak selayaknya bagi seorang muslim untuk tinggal berpangku tangan dan tak mengambil bagian dari setiap peristiwa yang di hadapi Rasulallah.

Sa'id memeluk Islam tak lama setelah pembebasan khaibar. sejak saat itu seluruh kehidupannya, segala wujud dan cita citanya di baktikan kepada Islam. jika kita ingin melihat kebesarannya, kita harus jeli dan cermat. ketika mata kita tertuju padanya di tengah keramaian, kita tidak akan mendapatkan suatu yang menarik, kita hanya akan mendapatkan seorang prajurit lusuh dengan rambut yang tidak terurus. pakaian dan penampilannya tidak beda dengan orang miskin lainnya.

kebesaran Sa'id lebih sejati dibandingkan hanya sekedar penampilan luar dan kemewahan, seperti mutiara dalam perut kerang, siapa yang tau jika ia tak membedah kerang tersebut?

ketika Khalifah Umar bin Khattab memecat Mu'awiyah dan jabatannya sebagai gubernur wilayah Syam, ia mencari cari penggantinya. metode yang di gunakan Khilafah sangat hati hati, karena ia yakin, ketika terjadi sesuatu, maka yang pertama kali di mintai pertanggung jawaban oleh Allah adalah beliau.

wilayah Syam sendiri merupakan wilayah yang sudah maju dan cukup luas, merupakan pusat perdagangan yang penting dan tempat untuk bersenang senang. Syam wilayah yang penuh dengan godaan.

tiba tiba Umar berseru, "aku sudah menemukannya! panggillah Sa'id bin 'Amir."

kemudian Sa'id menghadap Khilafah, di tawari untuk menjadi gubernur Syam yang berpusat di Hims. tetapi Sa'id menolak, "jangan hadapkan aku dengan ujian yang berat, wahai Khilafah."

dengan nada keras Umar menjawab, "Demi Allah, kau tidak boleh menolak. kalian sudah meletakkan amanah dan tanggung jawab pemerintahan kepadaku, lalu setelah itu kalian meninggalkanku sendiri?"

Sa'id pun akhirnya menerima amanah itu. maka, berangkatlah ia menuju ke Hims, dengan di temani istrinya. keduanya masih pengantin baru semenjak kecil istrinya adalah wanita yang amat cantik.

Umar membekali mereka dengan harta yang cukup.

ketika keduanya sudah nyaman tinggal di Hims, sang istri bermaksud menggunakan harta yang diberikan Khilafah sebagai bekal mereka untuk membeli pakaian yang layak dan perlengkapan rumahtangga dan menyimpan sisanya.

Sa'id berkata, "maukah kamu aku tunjukkan yang lebih baik dari rencanamu itu? kita sekarang berada di suatu negri yang amat pesat perdagangannya, pasarnya sangat ramai. harta ini sebaiknya kita serahkan kepada seseorang untuk di jadikan modal dagang sehingga harta kita akan berkembang."

Sang istri bertanya "bagaimana jika rugi?"
Sa'id menjawab, "aku akan sediakan jaminan."
"baiklah kalau begitu," kata sang istri menyetujui

kemudian Sa'id pergi membeli sebagian keperluan hidup dari jenis yang amat bersahaja. lalu uang lainnya dia bagi bagiakan kepada orang orang miskin yang membutuhkan.

hari hari pun berlalu. dari waktu ke waktu sang istri menanyakan perdagangan mereka dan sudah berapa keuntungannya.

Sa'id menjawab, "bisnisnya lancar, dan keuntungannya terus meningkat."

suatu hari, sang istri mengajukan pertanyaan serupa kepada seorang kerabat yang mengetahui permasalahan yang sebenarnya. laki laki itu tersenyum lalu tertawa, sehingga sang istri pun curiga. ia mendesak Sa'id untuk menceritakan yang sebenarnya.

Sa'id berkata, "semua harta kita aku sedekahkan."
wanita itupun menangis, ia menyesal karena ia tidak jadi membeli keperluannya dan harta itu pun tak tersisa.

Sa'id memandang istrinya yang sedang menangis. tetes air matanya yang membasahi pipi, menambah kecantikan wajah sang istri. sebelum ia terlena oleh kecantikan sang istri yang benar benar mempesona, ia mengalihkan pandangannya ke surga. di sana, rekan rekannya sudah menikmati apa yang tersedia di surga.

ia berkata, "rekan rekanku telah mendahuluiku menemui Allah. aku tidak ingin menyimpang dari jalan mereka, walaupun di tukar dengan dunia dan segala isinya,"

karena takut akan tergoda oleh kecantikan istrinya itu, maka ia berkata seolah olah di tunjukkan kepada dirinya yang sedang berhadapan dengan istrinya,

"dik, kau kan tahu bahwa di surga terdapat bidadari-bidadari cantik yang bermata jeli. andai saja dari mereka menampakkan wajahnya di muka bumi, maka akan terang-benderanglah seluruh bumi. cahayanya mengalahkan sinar matahari dan bulan. mengorbankan dirimu demi untuk mendapatkan mereka, tentu lebih utama daripada mengorbankan mereka demi untuk kemauanmu."

pembicaraan itu pun berakhir seperti saat sebelum di mulai; tenang penuh senyum dan kerelaan. sang istri sadar bahwa tiada yang lebih utama baginya kecuali mengikuti jalan yang ditempuh suaminya: zuhud dan ketakwaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar