Jumat, 26 Agustus 2011

Renungan Akhir Ramadhan



Allah subahanahu wa ta'ala memuji orang-orang yang melakukan ketaatan kepadaNya dalam firmanNya: ?Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.? (QS. Al-Mukminuun: 57-61).

Ibunda Aisyah radhiallahu anha berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam tentang ayat ini, aku berkata: Apakah mereka adalah orang-orang yang meminum khamr, berzina dan mencuri? Beliau sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam menjawab: Tidak, wahai puteri Ash-Shiddiq! Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, shalat dan bersedekah dan mereka takut amal mereka tidak diterima (Allah subahanahu wa ta'ala). Mereka itulah orang-orang yang bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan. (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad).

Para salafush shaleh bersungguh-sungguh dalam memperbaiki dan menyempurnakan amal mereka kemudian setelah itu mereka memperhatikan dikabulkannya amal tersebut oleh Allah subahanahu wa ta'ala dan takut daripada ditolaknya.

Sahabat Ali radhiallahu 'anhu berkata: Mereka lebih memperhatikan dikabulkannya amal daripada amal itu sendiri. Tidakkah kamu mendengar Allah subahanahu wa ta'ala berfirman: Sesungguhnya Allah hanya menerima (mengabulkan) dari orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Maa?idah: 27).

Dari Fadhalah bin Ubaid rahimahullah berkata: Sekiranya aku mengetahui bahwa amalku ada yang dikabulkan sekecil biji sawi, hal itu lebih aku sukai daripada dunia seisinya, karena Allah subahanahu wa ta'ala berfirman: Sesungguhnya Allah hanya menerima (mengabulkan) dari orang-orang yang bertakwa.? (QS. Al-Maaidah: 27).

Berkata Malik bin Dinar rahimahullah: Takut akan tidak dikabulkannya amal adalah lebih berat dari amal itu sendiri.

Berkata Abdul Aziz bin Abi Rawwaad rahimahullah: Aku menjumpai mereka (salafush shaleh) bersungguh-sungguh dalam beramal, apabila telah mengerjakannya mereka ditimpa kegelisahan apakah amal mereka dikabulkan ataukah tidak

Berkata sebagian salaf rahimahumullah: Mereka (para salafush shaleh) berdoa kepada Allah subahanahu wa ta'ala selama enam bulan agar dipertemukan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada Allah subahanahu wa ta'ala selama enam bulan agar amal mereka dikabulkan.

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah keluar pada hari raya Iedul Fitri dan berkata dalam khutbahnya: Wahai manusia! Sesungguhnya kamu telah berpuasa karena Allah subahanahu wa ta'ala selama tiga puluh hari, dan kamu shalat (tarawih) selama tiga puluh hari pula, dan hari ini kamu keluar untuk meminta kepada Allah subahanahu wa ta'ala agar dikabulkan amalmu.

Sebagian salaf tampak bersedih ketika hari raya Iedul Fitri, lalu dikatakan kepadanya: Ini adalah hari kesenangan dan kegembiraan. Dia menjawab: Kamu benar, akan tetapi aku adalah seorang hamba yang diperintah oleh Tuhanku untuk beramal karenaNya, dan aku tidak tahu apakah Dia mengabulkan amalku atau tidak?.

Bagaimana Agar Amal Dikabulkan ?

Allah subahanahu wa ta'ala tidak akan menerima suatu amalan kecuali ada padanya dua syarat, yaitu: Ikhlas karena Allah subahanahu wa ta'ala semata dan mutabaatus sunnah atau mengikuti sunnah Rasulullah sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam.

Allah subahanahu wa ta'ala berfirman : Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (QS. Al-Kahfi: 110)

Allah subahanahu wa ta'ala berfirman (Allah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. (QS. Al-Mulk: 2)

Al-Fudhail bin Iyad rahimahullah mengatakan bahwa yang dimaksud ayat tersebut dengan yang lebih baik amalnya adalah yang ikhlas karena Allah subahanahu wa ta'ala semata dan mengikuti sunnah Rasulullah sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam.

Ikhlas Dalam Beramal

Ikhlas adalah mendekatkan diri kepada Allah subahanahu wa ta'ala dengan melakukan ketaatan dan membersihkan niat dan hati dari segala yang mengotorinya. Ikhlas adalah beramal karena Allah subahanahu wa ta'ala semata dan membersihkan hati dan niat dari yang selain Allah subahanahu wa ta'ala.

Ikhlas adalah amalan yang berat karena hawa nafsu tidak mendapatkan bagian sedikitpun, namun kita harus selalu melatih diri kita sehingga menjadi mudah dan terbiasa untuk ikhlas.

Rasulullah sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam bersabda: Allah tidak akan menerima amalan kecuali yang ikhlas dan hanya mengharapkan wajahNya. (HR. An-Nasa'i dengan sanad hasan).

Seorang hamba tidak akan bisa selamat dari godaan syaitan kecuali orang-orang yang ikhlas saja, sebagaima firman Allah subahanahu wa ta'ala yang mengkisahkan tentang iblis: Iblis menjawab: Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambaMu yang mukhlis di antara mereka. (QS. Shaad: 82-83).

Orang yang ikhlas adalah orang yang beramal karena Allah subahanahu wa ta'ala semata dan mengharapkan kebahagiaan abadi di kampung akhirat, hatinya bersih dari niat-niat lain yang mengotorinya.

Berkata Ya'kub rahimahullah: Orang yang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan keburukannya.

Orang yang tidak ikhlas adalah orang yang melakukan amalan akhirat untuk mencari dunia seperti, ingin mendapatkan harta, kedudukan, jabatan, pangkat, kehormatan, pujian, riya dll.

Orang yang tidak ikhlas adalah orang yang rugi karena hari kiamat kelak mereka tidak mendapatkan apa-apa dari amalan mereka selama di dunia, bahkan Allah subahanahu wa ta'ala murka kepada mereka dan memberikan hukuman yang setimpal, Dan (jelaslah) bagi mereka akibat buruk dari apa yang telah mereka perbuat dan mereka diliputi oleh pembalasan yang mereka dahulu selalu memperolok-olokkannya. (QS. Az-Zumar: 48) . Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (QS. Al-Furqaan:23)

Beramal Sesuai Sunnah / Mutabaatus Sunnah

Mutabaatus Sunnah adalah melakukan amalan yang sesuai sunnah Rasulullah sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam karena setiap amalan ibadah yang tidak dicontohkan Rasulullah sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam pasti ditolak dan tidak diterima oleh Allah subahanahu wa ta'ala. Jadi semua ibadah yang kita kerjakan harus ada contoh, ajaran dan perintah dari Rasulullah sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam dan kita dilarang melakukan suatu amal ibadah yang tidak ada contoh, ajaran dan perintah dari Rasulullah sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam.

Rasulullah sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam bersabda: Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada ajarannya dari kami maka amalnya tertolak. (HR. Bukhari dan Muslim).

Beliau sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam bersabda pula: Barangsiapa mengadakan perkara baru dalam agama kami yang tidak ada ajarannya maka dia tertolak. (HR. Bukhari dan Muslim).

Berkata Ibnu Rajab rahimahullah: Hadis ini adalah salah satu prinsip agung (ushul) dari prinsip-prinsip Islam dan merupakan parameter amal perbuatan yang lahir (terlihat), sebagaimana hadis Innamal a'maalu binniyyaat (Hadis tentang niat), adalah merupakan parameter amal perbuatan yang batin (tidak terlihat). Sebagaimana seluruh amal perbuatan yang tidak dimaksudkan untuk mencari keridhaan Allah subahanahu wa ta'ala maka pelakunya tidak mendapatkan pahala, maka demikian pula halnya segala amal perbuatan yang tidak atas dasar perintah Allah subahanahu wa ta'ala dan RasulNya sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam juga tertolak dari pelakunya. Siapa saja yang menciptakan hal-hal baru dalam agama yang tidak diizinkan oleh Allah subahanahu wa ta'ala dan RasulNya sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam, maka bukanlah termasuk perkara agama sedikitpun.

Beliau berkata pula: Makna hadis (diatas adalah): bahwa barangsiapa amal perbuatannya keluar dari syari?at dan tidak terikat dengannya, maka tertolak.

Berkata Ibnu Daqiq Al-Ied rahimahullah: Hadis ini adalah salah satu kaidah agung dari kaidah-kaidah agama dan ia merupakan jawami'ul kalim (kata-kata yang singkat namun padat) yang diberikan kepada Al-Musthafa sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam, karena sesungguhnya ia (hadis ini) dengan jelas merupakan penolakan semua bid?ah dan segala yang dibuat-buat (dalam perkara agama).

Allah subahanahu wa ta'ala berfirman: Katakanlah wahai Rasulullah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, pasti Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu. (QS. Ali ?Imran: 31).

Allah subahanahu wa ta'ala berfirman: Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. (QS. Al-Hasyr: 7).

Allah subahanahu wa ta'ala berfirman: an tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al-Ahzaab: 36)

Rasulullah sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam bersabda: Hati-hatilah kalian dari perkara-perkara baru dalam agama, karena semua perkara baru (bid?ah) dalan agama adalah tersesat. (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud dll).

Semoga Allah Ta'ala selalu menerima semua amal ibadah kita dan tidak ada satupan daripadanya yang tertolak, Allahumma Aamien
Oleh: Abdullah Saleh Hadrami

Tidak ada komentar:

Posting Komentar